Doa-doa Seorang Presiden
Abraham Lincoln (1809–1865)
Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, juga seorang Panglima dalam Perang Saudara yang mengoyak-ngoyak Amerika, adalah salah seorang yang paling termasyhur dan seorang tokoh politik mengagumkan yang pernah dipunyai Amerika Serikat. Ia dipandang sebagai presiden yang paling banyak memberi inspirasi dan dihargai paling tinggi dalam sejarah Amerika.
Lincoln lahir di daerah pertanian dan sejak kecil ia sudah terbiasa bekerja keras dan trampil menggunakan alat-alat pertanian. Penampilannya sederhana, jenaka dan ramah sehingga disukai banyak orang. Lincoln muda lebih banyak bekerja daripada bersekolah. Hanya sedikit buku yang dibacanya, di antaranya adalah Alkitab dan “The Pilgrim’s Progress”. Sama seperti Pilgrim, tokoh utama dalam “The Pilgrim’s Progress”, hidupnya selalu dihadapkan pada keputusasaan, keragu-raguan dan penderitaan.
Saat berusia 20-an Lincoln bekerja sebagai pelayan toko. Keinginannya untuk melanjutkan studi di fakultas hukum ditolak karena pendidikannya tidak cukup. Usia 23 tahun Lincoln terjerat hutang karena mitra dagangnya meninggal dan mewariskan hutang besar yang baru dapat dilunasinya selama bertahun-tahun kemudian. Pada usia 41 tahun, penderitaan karena pernikahannya yang tidak bahagia bertambah menyedihkan karena anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun meninggal dunia. Kegagalan demi kegagalan seringkali menyertai kehidupan Lincoln, namun ia tidak pernah menyerah dan terus berjuang mencapai tujuannya.
Sebelum terpilih menjadi anggota Kongres Pusat, Lincoln sempat menjabat sebagai kepala kantor pos di kota New Salem, kemudian beberapa kali mengikuti pemilihan dewan kongres Illinois dan pernah menjadi Pengacara. Semua itu dicapai Lincoln dengan perjuangan yang gigih tanpa kenal menyerah. Meskipun beberapa kali gagal ia terus mencoba dan mencoba lagi ketika ada kesempatan.
Hari-hari Lincoln banyak diisi dengan doa, terutama bila tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Tekanan kuat yang disebabkan karena tanggung jawab yang dipikul, ditambah lagi ia harus membimbing orang-orang untuk bertahan dalam masa-masa sulit, membuatnya sadar bahwa tanpa doa, seseorang tidak akan mencapai apa-apa.
Ketika ia terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat dan kemudian mendapati dirinya bertanggung jawab untuk memimpin negerinya melalui perang saudara yang mengerikan, komentar-komentarnya baik secara pribadi maupun yang disampaikan di muka umum mengenai doa menunjukkan bahwa ia mulai melihat bahwa kebijaksanaan dan kekuatannya sangatlah tidak memadai.
Presiden Lincoln pernah berkata:
“Sejak semula saya dibesarkan untuk menyadari bahwa saya tidak kuasa melakukan apapun tanpa pertolongan langsung dari Tuhan. Sering saya berharap bahwa saya bisa menjadi orang yang lebih takwa. Namun demikian karena takjub menyaksikan kesulitan yang ada dalam pemerintahan saya, pada saat saya tidak melihat ada jalan lain, saya sepenuhnya bersandar kepada Tuhan, karena saya tahu bahwa segalanya akan beres dan bahwa Ia akan membuat keputusan demi kebaikan.”
Pada kesempatan lain ia memberikan jawaban seperti ini kepada seorang dokter yang mengucapkan terima kasih kepadanya sehingga para prajurit yang terluka dapat dirawat dengan baik:
“Pada suatu malam ketika hujan turun saya tidak dapat tidur. Luka-luka yang diderita para prajurit dan pelaut itu membuat saya tertekan; rasa sakit yang mereka derita menusuk hati saya, dan saya memohon agar Allah menunjukkan kepada saya bagaimana mereka dapat memperoleh perawatan yang lebih baik. Setelah bergumul beberapa saat lamanya di dalam doa, Dia membuat saya berpikir tentang Komisi Kesehatan, dan komisi itu telah dijalankan seperti yang difirmankan Tuhan kepada saya pada malam itu. Dokter, berterima kasihlah kepada Bapa sorgawi kita yang baik, tetapi bukan kepada saya atas Komisi Kesehatan itu.”
Tidak lama setelah pertempuran di Gettysburg berlangsung, Lincoln ditanyai mengapa ia begitu yakin mengenai kemenangan yang akan diraih dalam pertempuran itu. Setelah ragu-ragu sejenak, ia menjawab, “Ya, saya akan mengatakan kepada kalian, bagaimana duduk perkaranya. Di tengah-tengah kampanye di mana setiap orang merasa panik, dan tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi, merasakan beratnya tekanan keadaan, pada suatu hari saya masuk ke kamar saya dan berlutut di hadapan Tuhan, berdoa kepada-Nya dengan sangat memohon kemenangan di Gettysburg. Saya memberitahu Allah bahwa ini adalah perang demi nama-Nya dan tujuan kita adalah tujuan-Nya, namun kita tidak dapat menerima kekalahan lagi seperti di Fredericksburg atau Chancellorsville. Lalu saya bersumpah kepada Allah bahwa jika Ia mau berdiri di pihak kita di Gettysburg, saya akan membela Dia. Dan benar Ia bediri di pihak kita, dan saya akan membela nama-Nya. Dan setelah itu (saya tidak tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya, dan saya juga tidak dapat menjelaskannya) ada penghiburan yang manis merasuk dalam jiwa saya bahwa Allah telah mengambil alih semuanya ke dalam tangan-Nya dan bahwa semuanya akan berjalan dengan baik di Gettysburg. Itulah sebabnya mengapa saya tidak takut sama sekali.”
Abraham Lincoln memperlihatkan bahwa ia lebih bersandar pada doa dan berbicara mengenai hal itu di hadapan publik. Ia memimpin Amerika Serikat melalui saat-saat yang paling sulit, namun untuk dapat melakukannya ia harus menemukan bahwa doa itu sangat penting, bahwa tidak ada nilai-nilai yang dapat lebih bertahan yang dapat dicapai tanpa persekutuan antara manusia dengan Allah melalui doa.
Di tengah-tengah perang Utara dan Selatan yang sengit, Lincoln juga membuat keputusan sangat penting dengan membebaskan sekitar 3.500.000 budak kulit hitam agar mereka kembali hidup bebas. Keputusan-keputusan penting yang dibuatnya membuat Lincoln menjadi Presiden Amerika yang agung sepanjang sejarah, juga presiden yang dihormati dan disukai oleh banyak orang. Lincoln kemudian terpilih kembali menjadi presiden pada periode berikutnya, namun itu tidak berlangsung lama karena ia kemudian terbunuh oleh simpatisan Selatan di sebuah gedung teater. *
Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber
Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, juga seorang Panglima dalam Perang Saudara yang mengoyak-ngoyak Amerika, adalah salah seorang yang paling termasyhur dan seorang tokoh politik mengagumkan yang pernah dipunyai Amerika Serikat. Ia dipandang sebagai presiden yang paling banyak memberi inspirasi dan dihargai paling tinggi dalam sejarah Amerika.
Lincoln lahir di daerah pertanian dan sejak kecil ia sudah terbiasa bekerja keras dan trampil menggunakan alat-alat pertanian. Penampilannya sederhana, jenaka dan ramah sehingga disukai banyak orang. Lincoln muda lebih banyak bekerja daripada bersekolah. Hanya sedikit buku yang dibacanya, di antaranya adalah Alkitab dan “The Pilgrim’s Progress”. Sama seperti Pilgrim, tokoh utama dalam “The Pilgrim’s Progress”, hidupnya selalu dihadapkan pada keputusasaan, keragu-raguan dan penderitaan.
Saat berusia 20-an Lincoln bekerja sebagai pelayan toko. Keinginannya untuk melanjutkan studi di fakultas hukum ditolak karena pendidikannya tidak cukup. Usia 23 tahun Lincoln terjerat hutang karena mitra dagangnya meninggal dan mewariskan hutang besar yang baru dapat dilunasinya selama bertahun-tahun kemudian. Pada usia 41 tahun, penderitaan karena pernikahannya yang tidak bahagia bertambah menyedihkan karena anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun meninggal dunia. Kegagalan demi kegagalan seringkali menyertai kehidupan Lincoln, namun ia tidak pernah menyerah dan terus berjuang mencapai tujuannya.
Sebelum terpilih menjadi anggota Kongres Pusat, Lincoln sempat menjabat sebagai kepala kantor pos di kota New Salem, kemudian beberapa kali mengikuti pemilihan dewan kongres Illinois dan pernah menjadi Pengacara. Semua itu dicapai Lincoln dengan perjuangan yang gigih tanpa kenal menyerah. Meskipun beberapa kali gagal ia terus mencoba dan mencoba lagi ketika ada kesempatan.
Hari-hari Lincoln banyak diisi dengan doa, terutama bila tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Tekanan kuat yang disebabkan karena tanggung jawab yang dipikul, ditambah lagi ia harus membimbing orang-orang untuk bertahan dalam masa-masa sulit, membuatnya sadar bahwa tanpa doa, seseorang tidak akan mencapai apa-apa.
Ketika ia terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat dan kemudian mendapati dirinya bertanggung jawab untuk memimpin negerinya melalui perang saudara yang mengerikan, komentar-komentarnya baik secara pribadi maupun yang disampaikan di muka umum mengenai doa menunjukkan bahwa ia mulai melihat bahwa kebijaksanaan dan kekuatannya sangatlah tidak memadai.
Presiden Lincoln pernah berkata:
“Sejak semula saya dibesarkan untuk menyadari bahwa saya tidak kuasa melakukan apapun tanpa pertolongan langsung dari Tuhan. Sering saya berharap bahwa saya bisa menjadi orang yang lebih takwa. Namun demikian karena takjub menyaksikan kesulitan yang ada dalam pemerintahan saya, pada saat saya tidak melihat ada jalan lain, saya sepenuhnya bersandar kepada Tuhan, karena saya tahu bahwa segalanya akan beres dan bahwa Ia akan membuat keputusan demi kebaikan.”
Pada kesempatan lain ia memberikan jawaban seperti ini kepada seorang dokter yang mengucapkan terima kasih kepadanya sehingga para prajurit yang terluka dapat dirawat dengan baik:
“Pada suatu malam ketika hujan turun saya tidak dapat tidur. Luka-luka yang diderita para prajurit dan pelaut itu membuat saya tertekan; rasa sakit yang mereka derita menusuk hati saya, dan saya memohon agar Allah menunjukkan kepada saya bagaimana mereka dapat memperoleh perawatan yang lebih baik. Setelah bergumul beberapa saat lamanya di dalam doa, Dia membuat saya berpikir tentang Komisi Kesehatan, dan komisi itu telah dijalankan seperti yang difirmankan Tuhan kepada saya pada malam itu. Dokter, berterima kasihlah kepada Bapa sorgawi kita yang baik, tetapi bukan kepada saya atas Komisi Kesehatan itu.”
Tidak lama setelah pertempuran di Gettysburg berlangsung, Lincoln ditanyai mengapa ia begitu yakin mengenai kemenangan yang akan diraih dalam pertempuran itu. Setelah ragu-ragu sejenak, ia menjawab, “Ya, saya akan mengatakan kepada kalian, bagaimana duduk perkaranya. Di tengah-tengah kampanye di mana setiap orang merasa panik, dan tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi, merasakan beratnya tekanan keadaan, pada suatu hari saya masuk ke kamar saya dan berlutut di hadapan Tuhan, berdoa kepada-Nya dengan sangat memohon kemenangan di Gettysburg. Saya memberitahu Allah bahwa ini adalah perang demi nama-Nya dan tujuan kita adalah tujuan-Nya, namun kita tidak dapat menerima kekalahan lagi seperti di Fredericksburg atau Chancellorsville. Lalu saya bersumpah kepada Allah bahwa jika Ia mau berdiri di pihak kita di Gettysburg, saya akan membela Dia. Dan benar Ia bediri di pihak kita, dan saya akan membela nama-Nya. Dan setelah itu (saya tidak tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya, dan saya juga tidak dapat menjelaskannya) ada penghiburan yang manis merasuk dalam jiwa saya bahwa Allah telah mengambil alih semuanya ke dalam tangan-Nya dan bahwa semuanya akan berjalan dengan baik di Gettysburg. Itulah sebabnya mengapa saya tidak takut sama sekali.”
Abraham Lincoln memperlihatkan bahwa ia lebih bersandar pada doa dan berbicara mengenai hal itu di hadapan publik. Ia memimpin Amerika Serikat melalui saat-saat yang paling sulit, namun untuk dapat melakukannya ia harus menemukan bahwa doa itu sangat penting, bahwa tidak ada nilai-nilai yang dapat lebih bertahan yang dapat dicapai tanpa persekutuan antara manusia dengan Allah melalui doa.
Di tengah-tengah perang Utara dan Selatan yang sengit, Lincoln juga membuat keputusan sangat penting dengan membebaskan sekitar 3.500.000 budak kulit hitam agar mereka kembali hidup bebas. Keputusan-keputusan penting yang dibuatnya membuat Lincoln menjadi Presiden Amerika yang agung sepanjang sejarah, juga presiden yang dihormati dan disukai oleh banyak orang. Lincoln kemudian terpilih kembali menjadi presiden pada periode berikutnya, namun itu tidak berlangsung lama karena ia kemudian terbunuh oleh simpatisan Selatan di sebuah gedung teater. *
Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber
0 comments:
Post a Comment