Fokus

Oleh: Yohan Candawasa

Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia; waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau." Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan. (Markus 1:25-29)

Pagi itu kekhusukan persekutuan Yesus dengan Bapa-Nya terpaksa terputus ketika murid-murid menemukan-Nya di tempat la menyendiri berdoa. Kata pertama yang disampaikan murid-murid-Nya adalah, "Semua orang mencari Engkau." Rupanya itulah alasan yang membuat murid-murid itu mencari Yesus. Siapakah orang-orang yang dimaksudkan oleh murid-murid itu, dan apa pula kepentingan mereka sampai pagi-pagi sudah bersemangat mencari Yesus?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu membaca Injil ini paling tidak mulai pasal Markus 1:21. Dikatakan, Yesus dengan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum pada hari Sabat. Di situ mereka masuk ke dalam sebuah rumah ibadat. Di tempat itu Yesus melakukan 2 hal: mengajar orang dan mengusir roh jahat dari seseorang yang dirasuk setan. Apa yang Yesus lakukan tersebut telah menakjubkan orang-orang yang ada di situ sehingga mengundang orang dari segala penjuru Galilea, khususnya orang-orang yang sakit dan kerasukan setan, berbondong-bondong datang mencari-Nya.

Bagaimana respon Yesus terhadap kebutuhan orang-orang yang mencari-Nya? Ternyata sangat mengejutkan dan kelihatan kejam sekali. Kepada murid-murid-Nya, la mengatakan, "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota yang berdekatan supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." Yesus meninggalkan mereka yang sudah susah payah menempuh perjalanan jauh— ingat, mereka bukan orang sehat; mereka penuh dengan pengharapan; mereka sangat 'urgent' dalam kebutuhan untuk disembuhkan atau dilepaskan dari setan. Bahkan mungkin ada yang seperti Lazarus, sakit keras, yang kalau tidak segera ditolong akan mati, dan perjalanan hari itu membuat penyakitnya menjadi lebih parah.

Dengan tindakan-Nya itu Yesus telah mengecewakan banyak orang. Pasti ada yang marah, ada yang mencaci maki-Nya. Semua orang yang datang hari itu dikecewakan-Nya. Mereka telah melakukan sebuah perjalanan sia-sia dan menaruh pengharapan yang kosong kepada Tuhan Yesus.

Mengapa Yesus berbuat begitu? la sendiri menjelaskan alasan tindakan-Nya. Bahwa la datang, utamanya bukan untuk menjadi tabib, bukan pula sebagai pengusir setan. Memberitakan Injil itulah yang Bapa sorgawi-Nya minta untuk la tunaikan.

Kapankah penolakan menjawab kebutuhan mendesak orang banyak yang datang kepada-Nya itu Yesus lakukan? Setelah la menyendiri berdoa kepada Bapa-Nya.


Doa adalah sebuah re-focusing hidup
Adakah kaitan antara doa-Nya dengan penolakan-Nya itu? Ada. Kisah Yesus berdoa diceritakan hanya 3 kali dalam Injil Markus. Di luar pasal 1:35 adalah pada pasal 6:46, setelah mujizat 5 roti dan 2 ikan. Isi doanya kemungkinan berkenaan dengan kebebalan otak dan kedegilan hati murid-murid-Nya, sehingga mereka gagal mengerti dan percaya kepada Yesus (pasal 6:45-52)- Kemudian yang ketiga pada pasal 14:32-37, pada pergumulan Yesus di Getsemani. Markus kelihatannya mengkaitkan doa dengan krisis atau tantangan yang Yesus alami. Pada pasal satu ini tantangannya adalah popularitas yang bisa mendistraksi-Nya dan panggilan utama-Nya.

Melalui menyendiri untuk bersekutu dengan Bapa-Nya dalam doa, Tuhan Yesus men-tuning fokus hidup-Nya secara terus menerus untuk melihat segala sesuatunya dari perspektif Bapa. Jelas bagi-Nya la datang bukan untuk menyembuhkan segala penyakit, membebaskan semua tawanan. Tidak semua urgensi dan kepentingan itu harus la selesaikan. la datang bukan pula untuk menikmali pujian dan kekaguman para fans, bukan pula untuk mendengarkan perkataan murid-murid-Nya.

Cermatilah kontras antara Yesus mencari Bapa dengan orang banyak mencari Tuhan Yesus. Orang banyak mencari Yesus dengan diri mereka sendiri sebagai fokus, sedangkan pada Yesus adalah untuk memfokuskan hidup-Nya bagi Bapa-Nya, bukan pada diri-Nya.

Billy Graham suatu kali memberikan sebuah ilustrasi singkat tentang pengaruh doa pada diri kita. la sedang mengawasi sebuah kapal yang ditarik masuk ke dalam dermaga. Tali-tali yang tebal diikatkan ke dermaga, dan ia mendengar mesin kapal yang sangat besar itu mulai menderu. Kemudian ia memperhatikan sesuatu yang membangkitkan rasa ingin tahunya. Saat tali-tali itu semakin ditarik menjadi kencang, dermaga tersebut tidak terseret ke arah kapal, tetapi sebaliknya kapal itulah yang ditarik ke arah dermaga.

Doa seharusnya tepat seperti itu. Ketika kita berdoa, kita tidak menarik Allah turun ke posisi kita supaya la menyelesaikan apa yang kita tugaskan kepada-Nya. Tapi sebaliknya, doa menarik kita lebih dekat kepada Allah supaya kita menerima kekuatan-Nya untuk melakukan perintah-Nya. Betapa sering kita lupa bahwa Allah tidak hidup bagi tujuan-tujuan kita, tapi kitalah yang hidup bagi tujuan-tujuan-Nya. Melalui doa, kita melihat semuanya dari sudut pandang-Nya.

Kita hidup dalam zaman serba sibuk, 'urgent', menuntut kecepatan. Sibuk itu diberi penghargaan tinggi. Sibuk itu adalah kebajikan. Saya mendengar orang-orang di Jepang tidak berani pulang sore, takut dipandang orang sebagai tidak punya kerja, atau kurang prestasi. Pulang makin larut malam makin baik, tanda kita orang sibuk. Maka kita bangga kalau disebut sebagai pendeta sibuk, anggota majelis sibuk, orang sibuk. Pada kenyataannya, makin sibuk makin dangkallah hidup kita. Semua hal kita lakukan sambil lalu, dengan tergesa-gesa, 'over-loaded', sehingga makin 'blur'—makin kabur fokus hidup kita. Seorang ayah sibuk berjuang dengan alasan untuk anak-anak, sementara suatu penelitian menunjukkan bahwa rata-rata seorang ayah menghabiskan hanya 6 menit per hari untuk berbicara penuh arti dengan anaknya. Demi mencari nafkah, manusia lupa menjalani hidupnya.

Sudah saatnya kita mengganti motto kita dari, "jangan diam bengong saja, kerjakan apa saja," menjadi, "jangan semua-semua dikerjakan, duduklah berdiam diri. Berdoalah."

Dalam melakukan apa yang Allah ingin genapi melalui kita, kita tidak bisa mengerjakan itu lepas dari-Nya. Distraksi itu kuat untuk menyelewengkan kita. Maka disiplin devosional, diam di hadapan Tuhan, adalah penting sekali. Bukan sebagai salah satu kegiatan dalam hidup, tetapi sebagai induk dari semua kegiatan kita.

Pertama-tama, kegiatan menyendiri dengan Tuhan dalam doa itu sendiri adalah latihan untuk menolak distraksi. Menolak urusan-urusan lainnya yang mencoba membuat kita tidak melakukan waktu teduh kita dengan Tuhan. Kedua, isi dari kegiatan adalah me-refokus lensa kita sepanjang hari, sepanjang hidup. Maka kita harus melakukan disiplin devosional itu setiap hari jika kita mau terus berlari pada 'track' yang tepat. Dalam hidup kita, interupsi memang tidak terhindarkan. Allah juga suka memakai interupsi. Rutinitas Musa menggembalakan domba diganggu oleh semak yang menyala. Rutinitas Saul terganggu oleh hilangnya keledai, dan seterusnya. Maka pada saat diminta melakukan sesuatu, janganlah menolak atau menerima tanpa berdoa dan merefleksikannya di hadapan Tuhan.

Tanyakan, "Apakah untuk hal itu aku dipanggil oleh Allah?" Apakah menjawab “Ya" kepada hal itu akan berarti mengatakan "Tidak" kepada sesuatu yang lebih penting? Apakah saya menerima, dan takut menolak, karena hal itu akan memuaskan kebutuhan psikologis saya sendiri? Atau menghindarkan saya dari memberi kesan jelek kepada orang lain?


Doa adalah sebuah usaha sengaja
Keterangan tentang waktunya kapan Yesus berdoa, yaitu, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap," menunjukkan bahwa bagi-Nya berdoa itu bukan menunggu kalau sedang sempat, ada waktu luang. Tetapi la membuat waktu untuk itu, walaupun sebelumnya la sudah seharian bekerja bahkan sampai larut malam, dan la tentu lelah.

Doa bagi-Nya justru akan memberi-Nya kekuatan baru untuk menghadapi tantangan, krisis, dan meneruskan misi menggenapi kehendak Bapa-Nya. Sebagai Anak Allah, la bergantung sepenuhnya kepada Bapa. Seluruhnya dari kehidupan-Nya adalah sebuah kebergantungan kepada Bapa-Nya.

Andrew Murray dalam bukunya "The Prayer Life'" mengatakan bahwa disiplin doa merupakan sumber kekuatan yang paling dinamis, khususnya bagi seorang pelayan Tuhan, tetapi justru merupakan sumber yang paling sering dilalaikan. Para raksasa rohani pada setiap zaman adalah orang-orang yang disiplin dengan waktu mereka bersama Tuhan. John Wesley menghabiskan waktu satu-dua jam setiap hari untuk berkomunikasi pribadi dengan Allah. Martin Luther percaya bahwa dua jam berdoa setiap harinya adalah yang minimal. John Welch, pengkhotbah besar dari Skotlandia secara teratur berdoa setiap harinya 8 sampai 10 jam, lalu seringkali ia terjaga di tengah malam untuk melanjutkan percakapannya dengan Tuhan. Orang-orang ini bukan orang yang banyak waktu luang.

Sekarang ini banyak pelayan Tuhan yang demikian sibuknya sehingga seringkali tidak mempunyai waktu teduh dengan Tuhan. Tidak heran, makin banyak yang dikerjakan makin jauh ia dari yang Tuhan inginkan - Mari kita membawa kamera hidup kita untuk di-tuning kembali fokusnya oleh Bapa sorgawi kita. *

Sumber: Ambillah Aku Melayani Engkau/Pdt. Yohan Candawasa S.Th/Esa Book, Jakarta/2003

0 comments:

Komentar Terbaru

Artikel Terbaru

Powered By Blogger
Cari di pendoa.blogspot.com...

About this blog

Blog ini dibuat dengan tujuan untuk membagikan berkat firman Tuhan yang diperoleh kepada saudara seiman yang membutuhkan agar dapat saling membangun sebagai satu tubuh dalam Kristus. Materi diambil dari berbagai sumber seperti buku, milis, buletin, traktat, dan berbagai media lain. Hak cipta setiap tulisan ada pada masing-masing penulis, pembuat atau penerbit seperti yang tercantum pada setiap akhir tulisan (kecuali yang tidak diketahui sumbernya). Isi blog ini bersifat non-denominasi dan tidak condong/tidak memihak kepada kelompok denominasi tertentu. Apabila di dalamnya terdapat materi/tulisan yang tidak cocok/ tidak sesuai dengan pendapat/pemahaman Anda, mohon tetaplah menghargai hal itu dan silakan memberi tanggapan secara sopan dan tidak menghakimi. God bless you...

  © 2008 Blogger template by Ourblogtemplates.com

Back to TOP