Orang Farisi dan Pemungut Cukai
Oleh: Greg Laurie
Pernahkah Anda menonton film dan Anda merasa pasti bahwa Anda tahu bagaimana akhir ceritanya—pria mana yang akan mendapatkan si gadis atau siapakah sebenarnya orang jahat dalam cerita itu — tetapi kemudian ceritanya berubah drastis dan memperlihatkan akhir cerita yang tidak disangka-sangka?
Itulah yang terjadi dengan perumpamaan yang Yesus sampaikan mengenai dua orang yang sedang berdoa. Ceritanya dimulai seperti ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai" (Lukas 18:10).
Saat Yesus mulai dengan kata-kata itu, saya pikir pendengar-pendengarnya langsung mendengarkan dengan saksama untuk mengetahui siapa pahlawan dan orang jahatnya dalam cerita ini. Memperhatikan keadaan budaya di waktu cerita tersebut diceritakan, pasti orang Farisilah yang akan keluar sebagai orang baiknya, dan pemungut cukai sebagai orang jahatnya.
Hal ini sulit kita mengerti saat ini karena kita telah menambahkan pengertian lain atas kata Farisi, dan secara umum kita lihat dari sisi negatifnya. Tetapi keadaan sekarang berbeda dengan zaman Yesus. Orang Farisi dianggap sebagai orang-orang besar yang dihormati, orang-orang yang berkomitmen unruk mempelajari firman Tuhan dan mengikuti Tuhan dan menaati segala perintah-Nya dengan segenap kemampuan mereka, jauh melebihi apa yang dilakukan oleh orang-orang biasa.
Sementara itu, orang-orang pada waktu itu membenci para pemungut cukai sama seperti kita sekarang yang tidak menyukai pemungut pajak—dan mungkin lebih dari kita. Pada masa itu ditetapkan pajak yang terlalu tinggi bagi orang-orang tersebut sama seperti kita sekarang, hanya saja waktu itu jauh lebih buruk sebab para pemungut cukai mengenakan biaya tambahan di atas jumlah yang harus mereka setor kepada pemerintah Romawi dan biaya tambahan tersebut masuk ke dalam kantong mereka sendiri. Bukan hanya itu, tetapi ia bisa juga disebut pengkhianat—kaum Yahudi yang bekerja untuk orang-orang Romawi yang dibenci, memungut cukai dari sesama Yahudi untuk kepentingan pendatang asing.
Jadi, ketika Yesus memulai ceritanya, kira-kira seperti cerita kita saat ini, "Seorang pendeta dan pengedar obat terlarang pergi ke gereja untuk berdoa." Atau "Ibu Teresa dan Adolf Hitler pergi ke gereja untuk berdoa." Atau “Billy Graham dan Marilyn Manson.” Mendengar cerita seperti itu, orang akan langsung membedakan dalam pikiran mereka mana orang baik dan mana yang jahat, dan Anda berpikir, sudah pasti Tuhan akan mendengarkan doa Billy Graham daripada doa Marilyn Manson. Dan mengapa Tuhan mau lakukan itu? Apakah karena Billy Graham seorang penginjil besar? Tidak. Bila terjadi, itu dikarenakan Billy Graham datang kepada Tuhan dengan cara yang sama dengan bagaimana Anda dan saya datang kepada Tuhan, melalui darah Yesus Kristus. Billy Graham rnempunyai akses yang sama kepada Tuhan seperti halnya Anda dan saya.
Kembali pada cerita kita. Mari lihat bagaimana sang 'pahlawan' berdoa: Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku" (ayat 11-12).
Perhatikan pertama-tama dua kata kecil yang diselipkan oleh Yesus—orang ini berdoa "dalam hatinya" (bila diterjemahkan dari Alkitab bahasa Inggris yaitu: orang ini berdoa "dengan dirinya sendiri"). Pengertian harfiah dari kata ini adalah, "ia berdoa kepada dirinya sendiri." Apakah Anda tahu bahwa kita bisa berdoa kepada diri kita sendiri? Bila tidak ada penghormatan akan Tuhan dalam doa Anda, pada intinya Anda sedang berdoa kepada diri sendiri, dan doa Anda tinggal di tempat. Banyak orang dengan rutin mengucapkan doa-doa mereka, namun tidak pernah benar-benar berdoa, sebab hati mereka tidak sesuai dengan Tuhan. Itulah yang terjadi dengan orang Farisi ini.
Pada titik ini, adalah sangat baik untuk melihat ke belakang mengenai mengapa Yesus menceritakan perumpamaan ini: "kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini" (ayat 9). Inilah yang merupakan akar permasalahan orang Farisi—menganggap dirinya benar.
Tetapi jangan salah paham. Yesus tidak mencela orang Farisi karena ia berpuasa dua kali seminggu dan ia menyerahkan persembahan persepuluhan sebesar 10 persen dari segala hartanya. Itu sebenarnya merupakan hal yang terpuji.
Malahan, orang ini melakukan di atas dan lebih dari apa yang ditentukan oleh hukum. Adalah suatu kebiasaan bagi orang Farisi untuk menyerahkan persepuluhan dari hasil tuaiannya, tetapi orang Farisi ini melakukan lebih dari itu—ia mengenakan persepuluhan pada semuanya. Perlukah kita mengkritik dia mengenai hal ini saat kita sendiri jarang menyerahkan persepuluhan bahkan dari sebagian saja milik kita? Atau perlukah kita mengkritik dia karena berpuasa dua kali seminggu saat kita sendiri tidak berpuasa bahkan satu kali pun dalam satu bulan atau satu tahun?
Kita membela diri kita sendiri dengan berkata bahwa saat ini kita hidup dalam anugerah, bukan hukum—bahwa kita hidup dalam Perjanjian Baru, bukan Perjanjian Lama. Tetapi pengertian yang benar mengenai Perjanjian Baru berarti Anda memberikan lebih banyak dari yang Anda sebelumnya berikan saat Anda berada di dalam hukum, bukannya lebih sedikit; Anda akan berdoa dan berpuasa lebih banyak, bukannya lebih sedikit.
Yesus tidak bermaksud mengatakan bahwa orang Farisi itu salah karena melakukan hal-hal tersebut, tetapi karena ia percaya akan apa yang ia lakukan—ia percaya kepada dirinya sendiri. Kita bisa melakukan hal yang sama. Kita pikir, Tuhan akan mendengarkan saya sebab minggu ini saya pergi kegereja—pasti itu berarti untuk-Nya. Atau Tuhan pasti mendengarkan saya sebab tadi pagi saya membaca Firman untuk waktu yang lama atau karena saya menyampalkan Injil kepada seseorang minggu lalu atau karena akhir-akhir ini saya banyak menolong orang lain—atau bahkan karena saya telah bergumul dengan intens dalam doa.
Tidak, Tuhan akan mendengarkan Anda hari ini dan setiap hari hanya karena Anda datang kepada-Nya melalui Yesus Kristus, melalui darah-Nya yang dicurahkan, dan bukan karena alasan lainnya. la mendengarkan doa kita karena pengorbanan Yesus.
Hilang dan Berharga
Orang Farisi yang berdoa itu bukan saja mempercayai dirinya sendiri, tetapi tampaknya ia berdoa dengan nyaring sehingga orang-orang di sekitarnya bisa mendengarnya dan menjadi kagum. Dan perhatikan sikap yang ia perlihatkan kepada si pemungut cukai: "Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti... pemungut cukai ini." Perkataannya seolah memandang rendah. Dan Anda tahu, saat Yesus menyampaikan cerita ini, kebanyakan orang yang mendengar mungkin merasakan hal yang sama terhadap pemungut-pemungut cukai. Banyak dari kita bisa bersikap demikian terhadap orang-orang non-Kristen.
Saya merasa prihatin bila mendengar bagaimana orang-orang percaya berbicara mengenai orang-orang yang belum percaya sebagai si musuh. Menurut firman Tuhan, mereka yang tidak percaya telah dibelenggu oleh iblis untuk melakukan kehendak-Nya—mereka adalah tawanan-tawanan perang. Orang-orang yang belum percaya bukanlah musuh; mereka adalah tawanan-tawanan musuh. Dan beberapa waktu lalu Anda ada di dalam penjara sana bersama mereka, terikat oleh dosa Anda dan tanpa sang Juru Selamat.
Kita perlu memiliki belas kasihan bagi orang-orang yang belum percaya, bukannya kepura-puraan, karena Anda tidak akan pernah bisa dengan efektif membagikan iman Anda kepada orang lain bila Anda tidak memperhatikan mereka terlebih dahulu.
Si pemungut cukai dalam cerita Yesus memang adalah orang yang jahat. Namun ia tetap membutuhkan sang Juru Selamat. Anda ingat bagaimana Yesus menghadapi pemungut cukai lain yang bernama Zakheus? Kita tahu bahwa Zakheus memperkaya dirinya sendiri di atas kesengsaraan orang lain. Tetapi ketika Yesus (dalam Lukas 19) sedang berjalan melintasi kota dan melihat orang yang dibenci ini di atas sebuah pohon, la berhenti dan memandang ke atas dan berkata, "Zakheus, segeralah turun, kita akan makan bersama-sama!"
Bisakah Anda bayangkan betapa kagetnya Zakheus? Dan kekagetan semua orang di jalan itu yang mendengar Yesus mengatakan hal ini? Mungkin mereka akan bersorak bila Yesus melihat Zakheus di atas sana dan berseru, "Hei semuanya, mari kita bakar pohon ini!"
Tetapi Yesus memiliki belas kasihan. la segera dikritik karena hal itu, tetapi kata-Nya, "Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10). Orang-orang yang terhilang berharga di hadapan Tuhan. Mereka diciptakan dengan unik menurut gambar-Nya. Ia mengasihi mereka hingga rela mengutus Anak-Nya yang Tunggal untuk mati disalibkan bagi mereka. Kita perlu melihat orang-orang ini bukan dengan cara seperti orang Farisi memandang mereka, tetapi dengan cara Yesus—sebagai domba-domba tanpa gembala.
Saya Orang Berdosa
Sekarang mari kita melihat dengan lebih saksama pada orang jahat ini, si pemungut cukai. Betapa kontrasnya! Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (Lukas 18:13).
Ia tidak mengemukakan kebaikan-kebaikannya seperti yang dilakukan oleh orang Farisi, tetapi ia mengakui dosa-dosanya. Ia tidak berniat membandingkan dirinya dengan orang Farisi atau orang lain. Ia tahu ia telah jatuh sangat jauh dari standar Tuhan, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya atas segala tindakannya. Ia tidak membuat alasan apa pun; ia juga tidak menyalahkan orang lain.
Ia mengucapkan doa orang berdosa satu-satunya yang saya tahu ada dalam Alkitab: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." Ungkapan yang digunakan, "aku orang berdosa ini," dapat juga diterjemahkan, "aku si pendosa." Bukan hanya satu di antara banyak pendosa, tetapi si pendosa! Si pemungut cukai ini pastilah sangat terkenal akan kejahatannya.
Rasul Paulus membuat pernyataan yang sama ketika ia menulis, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa" (1 Timotius 1:15). Suatu kenyataan yang menarik di sini adalah: Semakin dekat Anda kepada Tuhan dan semakin serupa Anda dengan Yesus, maka semakin Anda sadar akan sifat dosa Anda.
Artinya semakin banyak Anda menilai orang lain, maka tingkat kerohanian Anda sebenarnya semakin berkurang. Dan semakin bertambahnya tingkat kerohanian Anda, maka semakin sedikit juga Anda menilai orang—karena Anda sadari dengan sungguh-sungguh bahwa Anda bukannya lebih baik dari orang itu, bahkan bisa lebih buruk dari mereka yang ada di sekeliling Anda.
Pria dan wanita yang takut akan Tuhan yang saya kenal selama ini adalah orang-orang yang rendah hati, tidak penuh dengan kesombongan. Tunjukkan kepada saya seseorang yang selalu punya kata kritikan untuk orang lain, selalu bisa mencela ini dan itu mengenai orang lain, dan saya akan tunjukkan kepada Anda seseorang yang penuh dengan kesombongan Farisi.
Maksud Yesus mengenai si pemungut cukai sangat jelas dan tegas: Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Lukas 18:14).
Dalam doa pergumulan, jangan lupa bahwa cara mendekat kepada Tuhan yang diajarkan oleh Kristus adalah jalan kerendahan hati yang diambil oleh si pemungut cukai ini: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." *
Sumber: "Wrestling With God" (Bergumul Dengan Tuhan)/Greg Laurie/Immanuel, Jakarta/2004
0 comments:
Post a Comment