Pengampunan Allah: "Ampunilah Kami Akan Kesalahan Kami"

Kelihatannya manusia sekarang tidak terlalu khawatir tentang dosa mereka. Walter Horton menyinggung hal ini dalam bukunya, 'The Challenge Of Our Culture': "Manusia modern jelas-jelas khawatir akan sesuatu—khawatir sampai hampir mati. Analisis dari sikap seperti ini menunjukkan bahwa manusia berusaha keras untuk menghindari dirinya melihat langsung ke mata Allah, berkaitan dengan ketakutannya saat menghadap Allah." Karikatur di sebuah koran pagi memperlihatkan seorang psikolog yang sedang mendengarkan pasiennya: "Mr. Figby," katanya, "Saya rasa saya dapat menjelaskan perasaan bersalah Anda. Anda memang bersalah!"

Setelah kita meminta Bapa mencukupi kebutuhan kita sehari-hari, kita dapat juga memohon pengampunan-Nya: "Ampunilah kami akan kesalahan kami." "Ampunilah" mengikuti "berikanlah." Yesus mengaitkan kedua permohonan ini, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" dengan "Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." Maksudnya adalah ketika kita memikirkan kebutuhan kita akan makanan, kita pun menyadari kebutuhan kita akan pengampunan pula. Juga, saat kita mengakui kesalahan kita, kita pun memikirkan bagaimana kita menangani hubungan kita dengan sesama kita.

Agustinus menamakan permintaan ini "permintaan yang buruk" karena bila kita berdoa "Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami," dan pada saat yang bersamaan masih menyimpan dendam, kita sebenarnya sedang meminta Allah untuk tidak mengampuni kita pula.

Sewaktu John Wesley melayani sebagai misionaris di koloni Amerika, ia menghadapi kesulitan dengan Jendral James Oglethorpe. Jendral ini terkenal dengan kesombongan dan kekasarannya. Suatu ketika Oglethorpe berseru, "Saya tidak pernah mengampuni." Wesley segera menukas, "Kalau begitu, Tuan, saya harap Anda tak pernah berdosa!"

Mari kita pikirkan bagaimana cara kerja pengakuan dosa ini. Jika saya dengan jujur meminta pengampunan, maka sebenarnya saya tidak meninggikan diri, dan saya pun mengakui dosa dan kesalahan saya. Jika saya dapat melihat hidup saya yang terpolusi oleh dosa, saya pun mulai memandang dosa sesama saya dalam terang yang berbeda. Tanpa ini, saya cenderung akan merasa sangat penting, benar, dan terhormat sehingga sukar bagi saya untuk mengampuni orang lain yang sudah menyinggung orang sebaik saya. Ini adalah pembenaran diri. Mencoba mendapatkan setetes pengampunan dari orang sombong semacam ini lebih sulit dari memeras jus apel dengan tangan kosong. Sukar sekali bagi orang semacam ini untuk mengampuni.

Sebenarnya, yang sedang didoakan oleh orang yang tak mau mengampuni adalah demikian: "Perlakukanlah saya seperti saya memperlakukan orang lain." Kent Hughes menyatakan hal ini dalam studinya tentang Doa Bapa Kami: "Saya memohon pada-Mu, Tuhan, perlakukanlah saya seperti saya memperlakukan sesamaku. Dia orang yang tidak tahu berterima kasih kepada saya (meskipun sikap itu tidak persis seperti sikap saya kepada-Mu Tuhan), namun saya bersedia mengabaikan sikapnya itu. Perlakukanlah saya, Tuhan, seperti saya memperlakukan dirinya."

Atau berdoa seperti ini: "Saya selalu memperhatikan setiap kesalahan yang ia lakukan kepada saya. Perlakukanlah saya, Tuhan, seperti saya memperlakukan dirinya."

Atau seperti ini: "Saya sudah tidak sabar lagi membalas perbuatan jahatnya atas diri saya. Perlakukanlah saya, Tuhan, seperti saya memperlakukan dirinya."

Jika Anda sungguh mengenal Allah selaku Bapa, maka Anda seharusnya merupakan rekan Allah untuk memberikan pengampunan. Anda mungkin masih sulit memaafkan beberapa hal yang telah merusak hidup Anda, hal ini merupakan dosa Anda sendiri terhadap Allah—di mana Anda meminta pengampunan untuk hal itu— membuat segala hal yang telah menyinggung Anda itu tampak begitu sepele. Bagaimana mungkin kita meminta Allah yang suci adanya mengampuni kita, sementara kita, selaku orang berdosa, malah menolak mengampuni sesama kita? Sungguh tidak masuk akal bukan? Pengampunan kita atas dosa orang lain tidak membuat Allah mengampuni kita, namun hal ini menjadi bukti bahwa kita sudah masuk dalam pengampunan Allah. Mereka yang sudah merasakan pengampunan dari Allah ini akan lebih mudah memaafkan sesama yang telah bersalah kepada mereka.

Berdosa adalah sesuatu yang manusiawi, namun memaafkan adalah sesuatu yang ilahi. Kita tidak akan pernah menikmati anugerah Allah kecuali ketika kita mengakui dosa kita dan meminta pengampunan dari-Nya. Kita tak akan pernah menyerupai Kristus, kecuali demi Kristus, kita mengampuni dan membebaskan mereka yang berdosa terhadap kita.


By Haddon Robinson
Sumber: "What Jesus Said About Successful Living"/RBC Ministries

0 comments:

Komentar Terbaru

Artikel Terbaru

Powered By Blogger
Cari di pendoa.blogspot.com...

About this blog

Blog ini dibuat dengan tujuan untuk membagikan berkat firman Tuhan yang diperoleh kepada saudara seiman yang membutuhkan agar dapat saling membangun sebagai satu tubuh dalam Kristus. Materi diambil dari berbagai sumber seperti buku, milis, buletin, traktat, dan berbagai media lain. Hak cipta setiap tulisan ada pada masing-masing penulis, pembuat atau penerbit seperti yang tercantum pada setiap akhir tulisan (kecuali yang tidak diketahui sumbernya). Isi blog ini bersifat non-denominasi dan tidak condong/tidak memihak kepada kelompok denominasi tertentu. Apabila di dalamnya terdapat materi/tulisan yang tidak cocok/ tidak sesuai dengan pendapat/pemahaman Anda, mohon tetaplah menghargai hal itu dan silakan memberi tanggapan secara sopan dan tidak menghakimi. God bless you...

  © 2008 Blogger template by Ourblogtemplates.com

Back to TOP