Pribadi Allah: "Dikuduskanlah Nama-Mu"
Saat kita berdoa, Yesus mengajarkan kita untuk berkata, "Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu" (Lukas 11:2). Dalam pemikiran Yahudi, nama seseorang sangatlah penting. Orang tua tidak akan sembarangan memberikan nama pada anak mereka. Mereka tidak memilih sebuah nama hanya karena nama tersebut mengingatkan mereka pada 'Bibi Hilda' atau 'Paman Harry'. Orang tua Yahudi akan memilih sebuah nama bagi anak mereka dengan harapan nama tersebut akan menyatakan kepribadian, atau karakter yang ingin mereka lihat dalam diri anak tersebut.
Kaum Puritan di Amerika juga melakukan hal yang sama. Mereka menamakan anak perempuan mereka Silence (Keheningan), Charity (Kemurahan Hati), Hope (Pengharapan), Love (Kasih), atau Patience (Kesabaran). Mereka berharap agar anak itu nantinya menjadi seperti nama yang ia kenakan. Hal ini pun terlihat di dalam Perjanjian Baru. Pada saat krisis, saat pandangan hidup seseorang berubah, biasanya namanya pun ikut berubah. Sebagai contoh, sewaktu Yesus bertemu Petrus, namanya adalah Simon, seorang yang plin-plan dan tak dapat diandalkan. Namun Yesus mengganti namanya menjadi Petrus, yang berarti "batu karang." Jadi Petrus pun belajar berubah dari seseorang yang plin-plan menjadi seorang yang seteguh batu karang.
Praktik semacam ini pun masih terlihat sekarang saat Kardinal Polandia dilantik menjadi paus. la mengganti namanya menjadi Yohanes Paulus II, karena ia ingin hidupnya berpadanan dengan nilai-nilai yang dianut oleh para pendahulunya, Yohanes XXIII, Paulus VI, dan Yohanes Paulus I. la memilih nama itu untuk menunjukkan ia ingin menjadi pribadi seperti yang ia inginkan.
Dalam Mazmur 9:11 kita membaca, "Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kau tinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Sang pemazmur tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka yang dapat menyebutkan nama Allah dapat percaya kepada-Nya. Maksud pemazmur adalah bahwa mereka yang mengenal karakter dan kuasa Allah dapat percaya kepada-Nya. Jadi saat kita berdoa "dikuduskanlah nama-Mu", sebenarnya kita sedang membicarakan karakter dan pribadi dari Allah. Menguduskan memiliki arti "menyucikan, memisahkan, mengkhususkan." Lawan katanya adalah "mengotori, memalukan, menodai nama itu." Jadi sewaktu kita berkata, "dikuduskanlah nama-Mu," kira sedang meminta agar Allah menjadi Tuhan kita, dan kita memisahkan Dia secara khusus dalam doa kita agar jelas bahwa kita menghormati-Nya.
Kadang doa kita cenderung berisi penghujatan. Sering kita berdoa seolah-olah Allah itu tuli dan kita perlu berteriak-teriak agar la dapat mendengar kita, seolah-olah la tidak peduli dan kita perlu menjelaskan semuanya agar la mengerti, dan seolah-olah la tidak berperasaan dan kita perlu membujuk-Nya agar mau menjawab. Doa semacam ini menunjukkan bahwa kita masih mempunyai pemahaman yang salah tentang Allah.
Di waktu yang lain doa kita memperlihatkan dengan jelas betapa nama-nama duniawi itu lebih berarti ketimbang nama Allah di sorga. Lebih mudah bagi kita untuk kagum pada majikan, dosen, kekasih hati, teman, atau pegawai pemerintah ketimbang pada Allah di sorga. Kita lebih takut dan gentar pada sesama kita di dunia ketimbang hormat dan takut pada Allah yang kita sembah itu.
Permintaan yang terdapat dalam model doa ini sudah mencakup segala sesuatu yang perlu kita doakan. Baik doa pendek maupun panjang, doa kita tidak pernah melampaui apa yang tercantum di dalam Doa Bapa Kami ini. Kita sering berdoa agar Tuhan mau menambahkan kesetiaan dan kerohanian kita, namun tak satu pun isi Doa Bapa Kami ini yang menyinggung tentang kesucian pribadi. Langkah pertama bagi pertumbuhan rohani bukanlah dengan mendoakan perasaan atau perubahan diri, tetapi agar Allah benar-benar menjadi Tuhan dalam kehidupan kita. Fokus kehidupan rohani bukanlah pengalaman tapi Allah sendiri.
Kita mendapat perintah untuk hidup suci sama seperti Tuhan yang suci adanya, karena kehidupan rohani dimulai saat kita mengambil keputusan untuk menjadikan Tuhan sebagai Tuhan atas segala aspek kehidupan kita—pribadi, keluarga, bisnis dan membiarkan Dia memisahkan kita secara khusus. Fokus kepada Tuhan ini haruslah sungguh-sungguh bukan hanya dalam hati kita, namun juga dalam doa kita untuk orang lain. Tidak cukup hanya berdoa agar sesama kita dijauhkan dari dosa, namun mintalah agar mereka pun dapat mengenal Tuhan. Tujuan tertinggi dari penginjilan tidak hanya sekadar agar orang lain dimenangkan kepada Yesus Kristus, namun agar setiap orang di dunia ini yang telah mencemari nama Tuhan dapat menyadari siapa sebenarnya Tuhan itu—Allah yang Maha Kudus, Maha Rahmani dan Maha Benar. Melalui pengertian ini barulah mereka dapat menguduskan nama-Nya. Inilah inti dari penginjilan—semua orang menjadikan Tuhan sebagai Tuhan atas hidup mereka.
By Haddon Robinson
Sumber: "What Jesus Said About Successful Living"/RBC Ministries
0 comments:
Post a Comment